Assalamu'alaikum. Pengasuh rubrik bahtsul masa'il. Saya ingin bertanya, apakah shalat Jum’at itu bkn pengganti/penggugur shalat dhuhur? Pertanyaan saya ini muncul setelah ada teman yang bertanya pada saya: sudah melaksanakan shalat dhuhur apa belum? Padahal saya saat itu sudah menunaikan shalat Jum’at dikampung. Lalu ia bilang kalau ia menganut salah satu pendapat ulama yang katanya tetap wajib shalat dhuhur di hari Jum’at. Sekian pertanyaan saya. Wassalamu'alaikum. (Adi Wibawanto- Jombang Jatim)
وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته
Bapak Adi yang dirahmati Allah, ada perbedaan teoretis di antara para ulama tentang shalat Jum’at. Sebagian ulama mengatakan Shalat Jum'at adalah Shalat Dhuhur yang di-qashar, sebagian lagi mengatakan Shalat Jum’at adalah shalat yang berdiri sendiri walaupun dilaksanakan di waktu Dhuhur. Imam An-Nawawi dalamRaudhatut Tholibin dan Syekh Zakariya Al-Anshari dalam Asnal Matholib mengatakan : yang lebih benar yaitu pendapat yang mengatakan shalat Jum’at adalah shalat yang berdiri sendiri. Pendapat ini didasarkan pada riwayat dari Sayyidina Umar ra. sebagai berikut :
وَصَلَاةُ الْجُمُعَةِ رَكْعَتَانِ تَمَامٌ غَيْرُ قَصْرٍ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسلم -رواه أحمد
Artinya : Shalat Jum’at itu dua raka'at, sempurna tanpa meringkas sebagaimana sabda nabi kalian shallallahu 'alaihi wasallam". (HR. Ahmad)
Perbedaan pendapat di antara 'ulama ini tidak berpengaruh pada tataran prakteknya. Artinya, jika shalat Jum’at sudah dilaksanakan dengan sempurna, ulama' fiqih sepakat bahwa gugur kewajiban untuk melaksanakan shalat dhuhur karena tidak ada riwayat yang mewajibkan shalat Dhuhur setelah shalat Jum’at .
Masalahnya akan berbeda jika shalat Jum’at itu tidak dilaksanakan dengan sempurna. Kesempurnaan yang dimaksud diukur dari terpenuhinya syarat dan rukun dari shalat Jum’at . Salah satu contoh misalnya, dalam shalat Jum’at ada ketentuan tidak boleh ada lebih dari satu shalat Jum’at (taaddudul Jum’at ). Jika dalam satu desa terdapat lebih dari satu shalat Jum’at maka yang sah adalah shalat Jum’at yang pertama(takbiratul Ihram imamnya selesai lebih dulu) sedangkan shalat Jum’at yang lain tidak sah karena tidak memenuhi syarat. Konsekwensinya, para jama’ah shalat Jum’at yang lain tersebut wajib melakukan shalat dhuhur.
Ketentuan di atas berlaku jika di satu desa tersebut ada masjid yang sangat lapang dan bisa memuat semua muslimin yang berkewajiban melaksanakan shalat Jum’at . Apabila tidak ada masjid yang lapang seperti yang dimaksud maka diperbolehkan mengadakan shalat Jum’at di lebih dari satu masjid. Dalam keadaan seperti ini semua shalat Jum’at yang dilaksanakan sah.
Nah, sekarang bagaimana dengan shalat dhuhurnya? Sebagian ulama berpendapat, jika terdapat banyak kelompok shalat Jum’at dalam satu desa, seperti yang digambarkan di atas, DISUNNAHKAN melaksanakan shalat Dhuhur setelahnya dengan alasan kehati-hatian(ihtiyath). Seorang ulama madzhab Syafi’i yang juga penganut thoriqoh Naqsabandiyah, Syekh Muhammad Amin Al-Kurdi, dalam kitab Tanwirul Quluub fi Mu’aamalati ’Allaamil Ghuyuub hal. 236 mengatakan:
وَإِنْ تَعَدَّدَتْ لِحَاجَةٍ فَجُمُعَةُ الْكُلِّ صِحَّةُ سَوَاءٌ وَقَعَ إِحْرَامُ الأَئِمَّةِ مَعًا أَوْ مُرَتَّبًا. وَتُسَنُّ صَلاةُ الظُّهْرِ بَعْدَهَا إِحْتِيَاطًا
Artinya : jika ada banyak shalat Jum’at karena ada hajat(masjidnya sempit, misalnya), maka semua shalat Jum’at di desa itu sah, baik takbiratul ihram para imam shalat Jum’at tersebut bersamaan atau berurutan. Kemudian, disunnahkan melaksanakan shalat dhuhur setelahnya untuk berhati-hati.
Bapak Adi yang kami hormati, dari penjelasan di atas kami ingin menyampaikan bahwa, pertama,’ulama sepakat tidak ada kewajiban shalat dhuhur setelah shalat Jum’at karena tidak adanash yang mewajibkannya. Kedua, shalat Dhuhur setelah shalat Jum’at hukumnya sunnah sesuai dengan penjelasan di atas. Kalau memang teman anda penganut toriqoh shiddiqiyah yang anda sebutkan di atas mengatakan wajib melaksanakan shalat dhuhur setelah shalat Jum’at , mungkin itu adalah bentuk kehati-hatian(ihtiyath) yang kemudian menjadi kewajiban institusional dari toriqoh yang dia anut.
Demikian jawaban dari kami, mudah-mudahan bermanfaat. Semoga kita diberikan taufiq dan hidayah oleh Allah SWT untuk selalu melaksanakan ibadah sesuai aturan-aturan yang telah ditentukan oleh-Nya dan oleh Rasul-Nya. Aaamiiin….
والله الموفق إلى أقوم الطريق
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Ihya’ Ulumuddin