Kiai
Musyafa' (wafat 13 maret 1969, seperti tertulis di batu nisannya)
semasa hidupnya terkenal sebagai ulama Isalm Kaliwungu yang memiliki
karomah dan kesaktian tertentu. Karena
beliau
dikenal sebagai waliyullah (kekasih Allah), maka tidak heran jika
beliau memiliki banyak kelebihan berupa karomah. Kyai Musafa' hidup
antara tahun 1920 s.d. 1969.
Seperti halnya makam wali-wali yang lain, makam Mbah Syafa’, demikian
beliau biasa disapa, inipun kerap dikunjungi para peziarah, terlebih
pada hari Kamis wage sore dan Jumat Kliwon. Pada kedua hari tersebut,
ratusan bahkan ribuan peziarah datang kesana. Santri dari beberapa
pesantren juga kerap menjadikannya sebagai tempat untuk melaksanakan
riadah.
Selama hidup (antara tahun 1920 – 1969), Mbah Syafa’ dikenal sebagai
sosok yang zuhud. Ia sangat sederhana, baik dalam berpakaian maupun
dalam bertutur kata. Kesederhanaannya dalam berpakaian, membuat sebagian
orang menganggap Mbah Syafa’ sebagai Kiai yang sangat miskin.
“Bahkan ada orang yang menganggap Mbah Syafa’ adalah orang gila, karena
ia memang kerap berperilaku Khawariqul Adah, yaitu berperilaku diluar
kebiasaan manusia pada umumnya. Persangkaan orang bahwa Mbah Syafa’
adalah orang gila sudah terdengar sebelum masyarakat mengetahui karomah
dan kewaliannya,”ujar Tomo, pengurus makam wali di kota Kaliwungu.
Rahasia Mbah Syafa sebagai wali akhirnya terbongkar. Ceritanya pada
suatu hari tetangga disekitar rumah Mbah Syafa’ dibuat gempar. Saat itu
setelah musim haji, ada seorang haji yang datang ke desa Mbah Syafa. Dia
mengaku dititipi anggur oleh seseorang di Mekah untuk diserahkan kepada
Mbah Syafa’, yang baru saja menunaikan ibadah haji di Mekah. Padahal
tetangga Mbah Syafa’ mengetahui sendiri, selama musim haji itu Mbah
Syafa’ berada di rumahnya.
“Tetangga –tetangga menganggap tak mungkin mbah Syafa akan menunaikan
ibadah haji. Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja masih
kekurangan,”ungkapnya.
Sejak peristiwa menakjubkan itu pandangan orang pada dirinya berubah,
apalagi setelah karomah-karomahnya disaksikan orang-orang disekitarnya.
Kisah Unik
Banyak cerita menarik seputar kewalian Kiai Musyafa'. Konon di Kendal
dahulu pernah ada seorang waliyullah Abdul Hadi namanya. Ketika beliau
akan wafat, beliau menyampekan pesan pada Habib Umar, penjaganya kala
sakit, yang tak jelas maknanya. Beliau mengatakan, "Nyonya dengklek
kidul mesjid Kaliwungu nyambut gawe kulak jaritan" (Artinya :Nyonya
Dengklek sebelah selatan masjid Kaliwungu Bekerja sebagai tengkulak
kain).
Pada saat waliyullah Abdul Hadi itu meninggal dunia, maka terlihat
cahaya (nur) yang bersinar ke arah Kiai Musyafa'. itulah barangkali
tanda awal kewalian Kyai Musyafa'.
Selain itu, ada beberapa cerita orang tua yang merupakan saksi ahli
tentang keanehan-keanehan yang diangap merupakan ciri karomah atau
kewalian Mbah Kyai Musyafa'. Suatu saat Mbah Syafa’ menjamu tamu yang
datang. Masing-masing tamu menuang sendiri air minum dari ceret yang
sudah disediakan. Anehnya air minum yang berasal dari satu ceret itu di
rasakan berbeda-beda oleh tamu yang minum.
Kisah unik lain ketika Mbah Wali Syafa' memotong pohon kelapa. Ceritanya
berawal dari seorang tetangga yang resah dan khawatir karena pohon
kelapanya condong di atas rumahnya. Mendengar keresahan itu, maka Mbah
Syafa' bertandang. Beliau langsung yang naik pohon kelapa untuk memotong
pohon yang condong di atas atap rumah tetangganya itu.
Setelah selesai di potong, ternyata pohon kelapa itu jatuhnya justru
berlawanan dengan rumah warga itu. Logikanya pohon itu seharusnya jatuh
persis di atas rumah tetangganya itu. Tetapi yang terjadi malah
sebaliknya. Di sinilah orang makin yakin akan kelebihan karomah Mbah
Syafa.
Sekitar tahun 1960-an, Mbah Syafa’ kedatangan seorang tentara. Tentara
itu bermaksud memohon restu, karena sebagai pembela negara dia mendapat
tugas ikut dalam rombongan pasukan Trikora yang akan membebaskan Irian
Jaya dari pendudukan Belanda. Saat dia sampai di tempat tinggal Mbah
Syafa’ dan mengemukakan maksudnya, Mbah Syafa’ tidak menjawab sepatah
kata pun. Beliau hanya mengambil sebuah wajan yang telah di bakar hingga
merah membara.
Oleh Mbah Syafa’ wajan itu di dekatkan ke kepala orang tersebut sambil
dipukul beberapa kali. Sesaat kemudian beliau masuk kedalam rumah dan
keluar dengan membawa tiga buah biji randu (Klentheng), lantas
menyerahkannya pada orang itu.
“Orang tersebut tidak mengerti apa maksud Mbah Syafa’, namun ia tetap
menyimpan biji randu pemberian Mbah Syafa’. Di belakang hari, isyarat
tersebut bisa diketahui setelah kapal yang ditumpangi tentara Indonesia
hancur di tengah laut. Namun atas izin Allah orang tersebut
selamat,”jelas Tomo.
Dalam kisah yang lain diceritakan pada 1940-an, suatu hari Mbah Syafa’
menggali tanah hingga dalam. Orang-orang disekitarnya merasa heran
dengan apa yang dikerjakannya itu. Sebagian mengira tempat itu akan
digunakan untuk memelihara ikan, sebagian yang lain menyangka akan
dibuat sumur.
Setelah beberapa saat, orang baru sadar bahwa Mbah Syafa’ mengetahui
peristiwa yang bakal terjadi belakangan. Karena tidak lama berselang,
tentara Jepang menyerbu daerah Kaliwungu, dan lubang itu dipergunakan
sebagai tempat persembunyian orang-orang yang ada di sekitarnya.
Ketika terjadi serangan tentara Jepang, masyarakat sudah panik dan lari
kesana kemari mencari perlindungan. Namun Mbah Wali Syafa' justru
tenang-tenang aja di teras rumahnya membaca surat Yasin. Beberapa kali
Mbah Wali membacanya, akhirnya tba-tiba berhentilah serangan montir
tentara Jepang tadi.
“Ini Barokahnya bacaan surat Yasin yang dibaca Kiai Musyafa',”paparnya.
Berbagai peristiwa aneh terjadi termasuk setelah ia meninggal dunia pada
13 Maret 1969 (seperti yang tertulis pada nisannya). Suatu ketika
Rasyid saat sedang membersihkan Balai Desa Krajan Kulon, Kaliwungu.
Rasyid, tukang sapu kantor tersebut, ditemui Mbah Syafa’ tanpa
berbincang apapun. Mbah Syafa’ memberinya uang seribu rupiah. Dia tidak
mengetahui pada saat itu Mbah Syafa ia telah meninggal dunia.
Anehnya, ketika sudah dibelanjakan, uang itu tetap utuh dan tetap ada di
saku Rasyid begitu ia sampai di rumah. Hal itu berulang hingga tiga
kali, membuat gundah Rasyid. Hatinya baru tenang setelah uang itu ia
kembalikan ke kuburan Kiai Syafa’.
“Maka sekarang makam Kiai Musyafa dikenal untuk memperlancar rejeki ,”jelasnya.
Meski telah terbukti karomhanya, masih terdapat pula orang yang tidak
mempercayai bahwa Mbah Syafa adalah wali. Maka suatu saat Kiai Muchid
dari Jagalan, Kutoharjo, Kaliwungu berguman, serasa meragukan berita
kewalian Mbah Wali Syafa'. Akhirnya dia mempunyai rencana untuk menguji
kewalian Mbah Syafa. "Apa benar Mbah Kyai Musyafa'itu seorang
waliyullah? Coba aku aku memncoba karomahnya akan pura-pura meminjam
uangnya Kiai",niat Kyai Muchid pada dirinya sendiri.
Kyai Muchid kemudian sampai di halaman rumah Kiai Musyafa', tiba-tiba
Kiai Musyafa' berkata dengan nada perintah,"Muchid, ke pasar saja
memakai bathok kelapa kalau akan mengemis". Padahal saat itu Kiai Muchid
belum mengatakakan apapun. Begitu mendengar ucapan Kiai Musyafa, maka
Kiai Muchid terdiam, tak berani berkata sepatah kata pun. Dia tidak jadi
mengutarakan niatnya akan meminjam uang.
Sampai kini, makam Kiai Musyafa ramai dikunjungi peziarah. Apalagi
ketika acara syawalan peziarah akan membludak. Biasanya peziarah
mengunjungi makam Kiai Musyafak usai ziarah ke makam Kiai Asy’ari.
Seperti diketahui awalnya kegiatan ziarah syawalan mengirim doa di makam
Kyai Asy'ari ini hanya dilakukan oleh keluarga dan keturunannya Kyai
Asy'ari, tetapi lama kelamaan diikuti oleh masyarakat muslim Kaliwungu
dan sekitarnya.
Akhirny, kegiatan itu semakin membudaya terjadi setiap tahun, bahkan
objek lokasi ziarah melebar bukan hanya kepada makam Kyai Asy'ari (Kyai
Guru), akan tetapi juga ke makam Sunan Katong, Pangeran Mandurarejo,
seorang Panglima Perang Mataram, dan Pangeran Pakuwaja. Belakangan para
peziarah merambah juga berziarah ke makam Kyai Rukyat, Kyai Mustofa dan
Kyai Musyafa'.
Makam Kyai Asy'ari, makam Pangeran Mandurarejo dan Sunan Katong terletak
di Jabal sebelah selatan desa Protomulya, sedangkan makam Kyai Mustofa
dan Kyai Musyafa' terletak di jabal sebelah utara-barat
Anggur Mekkah
Sangkaan orang bahwa Mbah Syafa’ adalah orang gila sudah terdengar
sebelum masyarakat mengetahui karomah dan kewaliannya. Pada suatu hari
tetangga disekitar rumah Mbah Syafa’ di bikin geger. Pasalnya setelah
musim haji, ada seorang haji yang datang ke sana, ia mengaku di titipi
anggur oleh seseorang di Mekah untuk diserahkan kepada Mbah Syafa’, yang
baru saja menunaikan ibadah haji di Mekah. Padahal tetangga Mbah Syafa’
menyaksikan sendiri, selama musim haji itu Mbah Syafa’ berada di
rumahnya.
Sejak itu pandangan orang pada dirinya berubah, apalagi setelah
karomah-karomahnya disaksikan orang-orang disekitarnya. Suatu saat Mbah
Syafa’ menjamu tamu yang datang. Masing-masing tamu menuang sendiri air
minum dari ceret yang sudah disediakan. Anehnya air minum yang berasal
dari satu ceret itu di rasakan berbeda-beda oleh tamu yang minum.
Dalam kisah yang lain, sekitar tahun 1060-an, Mbah Syafa’ kedatangan
seorang tentara. Tentara itu bermaksud memohon restu, karena sebagai
pembela negara dia mendapat tugas ikut dalam rombongan pasukan Trikora
yang akan membebaskan Irian Jaya dari pendudukan Belanda. Saat dia
sampai di tempat tinggal Mbah Syafa’, dan mengemukakan maksudnya, Mbah
Syafa’ tidak menjawab sepatah kata pun. Beliau hanya mengambil sebuah
wajan yang telah di bakar hingga merah membara.
Oleh Mbah Syafa’ wajan itu di dekatkan ke kepala orang tersebut sambil
dipukul beberapa kali. Sesaat kemudian beliau masuk kedalam rumah dan
keluar dengan membawa tiga buah biji randu (Klentheng), lantas
menyerahkannya pada orang itu. Orang tersebut tidak mengerti apa maksud
Mbah Syafa’, namun ia tetap menyimpan biji randu pemberian Mbah Syafa’.
Di belakang hari, isyarat tersebut bisa diketahui setelah kapal yang
ditumpangi tentara Indonesia hancur di tengah laut. Namun atas izin
Allah orang tersebut selamat.
Dalam kisah yang lain diceritakan pada 1940an, suatu hari Mbah Syafa’
menggali tanah hingga dalam. Orang-orang disekitarnya merasa heran
dengan apa yang dikerjakannya itu. Sebagian mengira tempat itu akan
digunakan untuk memelihara ikan, sebagian yang lain menyangka akan
dibuat sumur.
Setelah beberapa saat, orang baru sadar bahwa Mbah Syafa’ mengetahui
peristiwa yang bakal terjadi belakangan. Karena tidak lama berselang,
tentara Jepang menyerbu daerah Kaliwungu, dan lubang itu dipergunakan
sebagai tempat persembunyian orang-orang yang ada di sekitarnya.
Berbagai peristiwa aneh terjadi termasuk setelah ia meninggal dunia pada
13 Maret 1969 (seperti yang tertulis pada nisannya). Suatu ketika saat
sedang membersihkan Balai Desa Krajan Kulon, Mbah Rasyid, tukang sapu
kantor tersebut, ditemui Mbah Syafa’ tanpa berbincang apapun. Mbah
Syafa’ memberinya uang seribu rupiah, padahal ia telah meninggal dunia.
Anehnya, ketika sudah dibelanjakan, uang itu tetap utuh dan tetap ada di
saku Mbah Rasyid begitu ia sampai di rumah. Hal itu berulang hingga
tiga kali, membuat gundah Mbah Rasyid. Hatinya baru tenang setelah uang
itu ia kembalikan ke kuburan Mbah